Asma al-Husna: Al-Kariim
(46) Al-Kariim (Yang Maha Mulia / Maha
Dermawan)
Menurut ahl al-haq (ahli kebenaran), bahwa al-Kariim merupakan sifat zat Allah Swt. Dia senantiasa Kariim, yang berarti nafi (peniadaan) bagi-Nya sifat rendah dan hina. Orang Arab memberi nama bagi sesuatu yang baik, penting dan bernilai dengan kata Kariim.
Dalam al-Qur’an disebutkan:
Pahala yang mulia (yang baik, penting dan berharga)
(QS. al-Ahzaab [33] : 44).
Juga firman-Nya:
Rezeki yang mulia (penting, baik, dan berharga) (QS.
al-Ahzab [33] : 31)
Penafian atau peniadaan sifat rendah dan hina bagi-Nya,
sesuai dengan kebesaran-Nya (Jalaal). Dia diatributi al-Kariim,
karena banyak perbuatan-Nya yang baik, pemberian-Nya yang tidak terhitung, dan
ihsan-Nya yang tidak terhingga.
Menurut al-Junaid, Dia diatributi al-Kariim karena
“bagi hamba yang ingin membutuhkan-Nya, tidak perlu melalui perantara sebagai
penghubung kepada-Nya”. Ditambahkan oleh al-Harist al-Muhasibi, “Diatributi al-Kariim
karena Dia tidak pernah mempedulikan atau mempertimbangkan kepada siapa
pemberian itu diberikan”.
Menurut isyarat Qurani, al-Kariim dapat diartikan
“tidak peduli” atau “tidak mempertimbangkan” sebagaimana firman-Nya:
“Maka ketika istrinya membukakan rahasia kepada yang lain
(Aisyah), Allah memberitahukan hal ini kepada Nabi; maka Nabi pun memberitahu
sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain” (QS. al-Tahriim [66]:3).
Abu Ali al-Daqqaq berkata: “Al-Kariim ialah apabila
Dia memberi ampun kepada seorang hamba, maka Dia mengampuni hamba-hamba yang
berbuat dosa sejenis hamba itu, dan mengampuni pula kepada hamba-hamba yang
setaraf dengan hamba tadi serta para pendurhaka secara mutlak. Jika kata ini
disandang hamba, maka al-Kariim berarti tidak pernah mengajukan hajat
kebutuhannya kepada selain Allah Swt; juga bisa diartikan tidak memulangkan
dengan tangan hampa pengharapan orang yang berhajat dan berkeinginan
kepadanya”.
Tambahan, al-Kariim bagi manusia, berarti tidak
menghilangkan orang yang bertawasul dan tidak menyia-nyiakan orang yang
berlindung kepadanya; dan memelihara dengan baik hak para pelayannya bila
mereka telah wafat.
Dan al-Kariim bagi manusia dapat pula diartikan,
apabila seseorang melakukan kesalahan, maka dialah membei maaf; bila seseorang
meninggalkannya, maka dia yang menghubungi. Kalau engkau sakit, dia pun
menjenguk; kalau engkau baru tiba dari bepergian maka dialah yang
mengunjungimu; kalau engkau menderita miskin, maka dia dan harta kekayaannya
yang berbuat baik; bila engkau mempunyai hajat, maka dia yang menegur dirinya:
“Mengapa tidak cepat-cepat engkau melaksanakan, sebelum apa yang menjadi
kebutuhannya diminta”.
Orang Arab menamakan pohon dan buah anggur dengan al-Kariim,
nama ini sudah menjadi kebiasaan lisan mereka. Nama Kariim untuk anggur
ini, disebabkan kehalusan pohon itu, kualitas buahnya, mudah dipetik tanpa
bantuan tangga dan tiada duri di tepi-tepinya, sebagaimana pohon kurma.
Sampai-sampai ada larangan dari Rasulullah saw. Menyebut anggur dengan “Karam”,
sebagaimana hadis di bawah ini:
Jangan kalian namakan pohon anggur dengan sebutan al-Karam,
karena seorang Mukmin itu lebih utama dan lebih layak mendapat sebutan itu
karena padanya budi pekerti yang luhur.
<=== To Be Continued ===>