Asma al-Husna : al-Ghafuur ; Asma al-Husna : al-Syakuur
Mengenai maghfirah, dalam nama al-Ghaffaar telah
diuraikan sebelumnya. Dalam al-Qur’an nama Allah al-Syakuur disebutkan dan
merupakan arti mubalaghah dari al-Syaakir. Sedangkan al-Syaakir adalah
nama bagi yang mempunyai syukur.
Menurut ahli kebenaran, syukur merupakan kesadaran akan
nikmat dengan jalan tunduk berendah diri. Allah memberi nama pada dirinya
dengan syukur, yang berarti bahwa Allah membalas mereka yang bersyukur
kepada-Nya. Dengan pengertian yang sama, lewat nama-Nya ini berarti Dia akan
membalas kejahatan dengan kejahatan. Allah Swt berfirman: “Balasan bagi sau
kejahatan adalah kejahatan yang setimpal” (QS. al-Syura [42]: 40)
Menurutku (Imam al-Qusyairi), “Pilihan yang aku setujui
ialah ‘Hakikat syukur itu adalah pujian bagi yang berbuat baik dengan menyebut
akan kebaikannya”. Maka Allah Swt adalah Maha Syukur, berarti pujian-Nya atas
hamba-Nya tidak terhitung. Melimpahkan syukur itu adalah sifat-Nya dan Dia-lah
pemberi pahala yang tidak terbilang, sekalipun ketaatan hamba-Nya tidak
seberapa memadai. Lebih jelas lagi kiranya kalau Anda memahami keterangan
berikut ini:
Dikatakan,binatang ternak bersifat syukur manakala
binatang itu gemuk, karena hanya memakan sedikit rerumputan saja; dan
tumbuh-tumbuhan bersifat syukur manakala tumbuhan itu tumbuh dengan segar,
karena siraman air yang sedikit
Diceritakan mengenai seorang yang telah wafat di mimpikan
oleh rekannya. Rekan itu bertanya: “Apa yang dilakukan Allah pada dirimu? Jawab
si mati: “Aku ditampilkan menghadap antara kedua tangan-Nya. Lalu Allah Swt
berfirman: “Mengapa engkau begitu takut kepada-Ku, tidakkah engkau ketahui
bahwa Aku ini adalah Kariim (Dermawan)?”
Mereka yang sudah mengenal bahwa Dia adalah al-Syakuur,
hendaknya bersungguh-sungguh dalam bersyukur kepada-Nya; tidak pernah berhenti
sesaat pun untuk memuji-Nya.
Cara bersyukur itu terbagi dalam beberapa bagian; [1]
bersyukur dengan badan, yakni tidak sekalipun menggunakannya selain untuk taat
kepada-Nya; [2] bersyukur dengan hati, yakni menyibukkan hati hanya dengan
berzikir dan makrifat kepada-Nya; [3] bersyukur dengan lisan, yakni tidak
pernah menggunakan lisan, selain hanya untuk memuji-Nya; dan [4] bersyukur
dengan harta kekayaan, yakni tidak pernah menggunakan harta untuk nafkah yang
tidak diridhai dan dicintai oleh-Nya.
Syukur berarti juga tidak mempergunakan nikmat yang
diberikan oleh Allah untuk bermaksiat. Dan tanda syukur adalah bertambahnya
pemberian nikmat-Nya, sebagaimana firman Allah Swt: “Jika kamu bersyukur
pasti akan Aku tambahkan untukmu” (QS. Ibrahim [14]: 7).
Para arif mengomentari
ayat: “Hanya sedikit di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur” (QS. Saba’ [34] :13), sebagai berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar