Asma al-Husna : al-'Azhiim
(34) al-'Azhiim (Yang Maha Agung)
Bagi ahli kebenaran (ahl al-tahqiiq), arti sifat ini
kembali kepada kelayakan-Nya, Maha Suci Allah yang memiliki sifat al-‘Uluu
(ketinggian martabat). Al-Majdu (kemuliaan), Rif’at al-Qadr
(ketinggian nilai), dan al-‘Azhiim (Yang Maha Agung). Oleh karena itu,
jangan sekali-kali mengartikan “agung atau besar” dari asma-Nya ini
dipersonifikasikan sebagaimana dalam bahasa manusia.
Sifat-sifat ketinggian merupakan sifat yang sangat layak
disandang-Nya; termasuk sifat-sifat qidaam, wahdaniyah,
menyendiri dengan qudrat, mengadakan dan mewujudkan ilmu-Nya yang
meliputi seluruh yang dikehendaki-Nya; liputan qudrat-Nya atas semua atas semua
takdir-Nya; pencapaian pendengaran dan penglihatan-Nya atas seluruh yang dapat
didengar dan dilihat. Maha Kaya, tiada membutuhkan para pembantu dan penolong. Taqdiis-Nya
dari ruang dan waktu, dan Maha Suci zat-Nya dari menerima yang baru (lawan
qadim).
Diceritakan bahwa sebagian guru telah ditanya perihal
kebesaran Allah Swt. Dijawab: “Bagaimana pendapatmu mengenai orang yang berada
di sisi-Nya, seorang malaikat yang bernama Jibril as. yang ditubuhnya ada enam
ratus sayap, yang andaikan dihamparkan sayapnya dapat menutupi dua tepi langit
(ufuk)? Tentu saja, kalau kita benar-benar mengenal qudrat-Nya, maka kita tidak
akan terkagum-kagum dengan proses penciptaan demikian itu. Melainkan bila Dia
berkehendak untuk menciptakan dalam sekejap mata seribu kali seribu alam
semesta, tidak ada kesulitan sama sekali bagi-Nya. Apalagi hanya menciptakan
seekor kepinding tentu lebih mudah dari penciptaan alam semesta, bukan? Nah,
untuk menciptakan malaikat Jibril, Dia tidak akan pernah merasa kesulitan”.
Tersebutlah dalam sebuah kabar, seorang malaikat mengajukan
permohonan kepada Allah dengan ucapan: “Ya Tuhan, aku ingin melihat seluruh
arasy, maka aku mohon kepada-Mu berilah aku kekuatan hingga aku dapat melayang
mencapai ketinggian arasy!” Kemudian Allah menciptakan baginya tiga puluh ribu
sayap; terbanglah malaikat itu selama tiga puluh ribu tahun. Akan tetapi belum
satu pasak pun selesai dikitari. Akhirnya malaikat itu mohon untuk dikembalikan
ke tempat asalnya.
Konon Nabi Sulaiman as. pernah memohon kepada Allah Swt
untuk menjamu binatang-binatang yang ada di sekitar tempat itu. Allah
mengijinkan keinginan Nabi-Nya ini. Ia pun sibuk berhari-hari mempersiapkan
jamuan yang akan dihidangkan; Allah mengutus seekor ikan laut untuk mendatangi
persiapan itu, setelah ikan itu datang, habislah persiapan jamuan itu ditelan
olehnya, bahkan ikan itu minta tambah lagi. Nabi Sulaiman menegur: “Apakah
kebiasaanmu makan sebanyak ini?” Ikan itu menjawab: “Setiap hari saya makan
sebanyak tiga kali dari yang saya makan sekarang ini!” Alangkah baiknya kalau
Anda tidak menjamu saya dan Allah tidak mengutus saya kepada Anda.
Nabi Musa as. pernah berkeinginan untuk melihat ikan laut
yang terbesar di dunia. Allah menyuruhnya berdiri di tepi laut. Tidak lama
naiklah seekor ikan dipermukaan laut hingga mencapai ketinggian langit, dan
selama tiga hari belum selesai tubuhnya terangkat. Nabi Musa berkata: “Ya
Tuhanku, adakah sesuatu yang semacam ini?” Maka dijawab oleh Allah: “Yang
semacam ini dapat makan ribuan kali yang semacam ini”. Kemudian Allah Swt
berfirman:
Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan
Dia sendiri (QS. al-Muddatstsir [74]: 31).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar