Senin, 18 Juni 2012

(7) Asma al-Husna : al-Mukmin


Asma al-Husna : al-Mukmin


(7) al-Mukmin (Yang  Memelihara Keyakinan atau Sumber Keamanan)

Arti kata al-Mukmin adalah membenarkan atau mempercayai (al-mushaddaq). Sebagai sifat Allah, berarti bahwa Dia Maha Tinggi Kepercayaan-Nya terhadap diri-Nya sendiri. Yaitu ilmu Allah Swt itu benar adanya dan memberi kepercayaan kepada hamba-Nya serta membenarkan janji-Nya.

Jika kata al-Mukmin diambil dari kata al-Amaan, berarti perlindungan (alijaarah), bukan berarti membenarkan (al-tashdiiq). Di sini mengandung pengertian bahwa Dia memberi keamanan bagi orang yang berlindung atau bernaung kepada-Nya. Sehingga terjadilah sifat perbuatan dalam bentuk timbal-balik, yakni sang hamba beriman kepada Allah, dan Dia memberikan keamanan kepada hamba-Nya.

Perlu digarisbawahi, bahwa persamaan dalam nama tidak mengharuskan persamaan dalam zat. Dikemukakan bahwa nanti pada hari kiamat seorang penyeru akan meneriakkan kata-kata: “Barang siapa yang namanya bersamaan dengan nama salah seorang Nabi hendaklah masuk surga; maka tinggallah orang-orang yang namanya tidak sama dengan nama salah seorang Nabi. Lalu Allah berfirman: ’Akulah al-Mukmin dan Akulah yang memberi nama al-Mukminiin padamu sekalian’, maka mereka pun dimasukkan ke dalam surga”.

Diriwayatkan, Abu Yazid berkata: ”Sebenarnya aku ingin berdoa kepada Allah Swt agar diriku dijauhkan dari syahwat-syahwat, tetapi hati kecilku mencegahnya dan mengingatkan bahwa Rasulullah Saw tidak pernah melakukan (berdoa) demikian, sehingga aku urungkan doa tersebut. Namun, aku dicukupi Allah Swt dengan perlindungan-Nya dari segala syahwat diriku, maka sejak itu aku tidak bisa lagi membedakan antara wanita yang menghadap padaku dengan tembok yang berada di depan mataku”.

Hal yang sama terjadi pada Abu Bakr al-Kattani yang berkata: “Semenjak beberapa tahun ini tidak terlintas dalam pikiranku ingatan akan makanan, kendatipun makanan itu disajikan padaku”. Aku (al-Qusyairi—penerj.) yamg menceritakan kisah ini adalah pelayannya di kota Madinah.

Pernah terjadi pada suatu hari ia dalam keadaan berpuasa. Sebagai pelayan,makanan untuk berbuka puasanya sudah kusiapkan, setelah makanan kuletakkan, aku pun pergi. Kendati begitu, aku merasa heran dengan perubahan fisiknya yang tampak kurus dan bahkan mulai melemah. Lalu timbul keinginanku untuk mengetahui penyebab fisiknya demikian. Malam itu aku tidak pergi. Menjelang malam, aku melihat ada seorang pengemis datang, dan ia memberikan semua makanan yang sudah kusajikan. Pengemis itu aku ikuti dari belakang,dan di tengah jalan kuhentikan, kemudian aku tanyai dia: ”Hamba Allah! Coba ceritakan perihal al-Kattani?” Pengemis itu bercerita: “Memang sudah beberapa malam ia selalu memberi saya makanan”. Setelah itu aku pulang dan mengganti makanan baru untuk berbuka puasanya sambil kukatakan: ”Mengapa tidak Anda beritahu saya kalau makanan untuk berbuka puasa sudah diberikan kepada orang lain, agar segera kuganti dengan makanan baru?” Ia menjawab: ”Aku setiap malam lupa kalau aku tidak makan apapun”.

Note:

Al-mukmin diambil dari akar kata amina. Semua kata yang terdiri dari huruf-huruf alif, mim, dan nun, mengandung arti ‘pembenaran’ dan ‘ketenangan hati’. Quraish Shihab memahami kata Mukmin dalam arti pemberi rasa aman. Pendapat Shihab ini merujuk QS. Quraish [106]:4, “Dan Dia memberi mereka rasa aman dari ketakutan”. Ayat ini menunjukkan bahwa kaum kafir pun memperoleh rasa aman, namun tentu saja rasa aman yang sempurna dirasakan oleh orang-orang mukmin (Quraish Shihab, “Menyingkap” Tabir  Ilahi, hlm. 49) – penerj.  

<===  To Be Continued  ===>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlangganan via E-mail

Subscribe Here

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...