Asma al-Husna : al-Muhaimin
(8) al-Muhaimin (Yang Maha Memelihara atau Maha Pelindung)
Sebelum menelaah lebih jauh asma Allah al-Muhaimin,
sebaiknya kita mencermati beberapa asma Allah di bawah ini:
Al-Raqiib al-Haafidz :
Yang selalu memperhatikan dan mengamat-amati segala sesuatu,
sehingga
tidak satu pun yang luput dari pengawasan-Nya.
Al-Amiin :
Yang Maha Memberi keamanan.
Al-Syahiid :
Yang Maha Menyaksikan.
Kata al-Muhaimin diperdebatkan, ada yang berpendapat
bahwa kata ini sama dengan kata al-Mukmin, karena derivasi kata al-Muhaimin
adalah al-mu’aamin. Huruf ‘a’ (hamzah) yang kedua diganti dengan
huruf ‘ya’ sehingga menjadi muaimin. Selanjutnya huruf ‘a’
(hamzah) yang pertama diubah menjadi haa’ sehingga menjadi muhaimin.
Jika pendapat ini diterima, maka makna dari muhaimin sama dengan mu’min
yang sudah kami jelaskan sebelumnya. Tetapi, pendapat lain mengemukakan bahwa
derivasi kata ini adalah ‘ haimana –yuhaiminu’ yang artinya memelihara,
menjaga, mengawasi dan menjadi saksi terhadap sesuatu serta memeliharanya.
Idealnya, mereka yang telah mengenal nama Allah al-Muhaimin
harus menjadi seorang yang pemalu, merasa dirinya kecil, terhadap pengetahuan
dan penglihatan-Nya atas dirinya. Inilah muqarraabah, yakni yang
memperhatikan serta mengamat-amati segala sesuatu dan tiada satu pun yang luput
dari pengawasan-Nya.
Dikisahkan bahwa Ibrahim ibn Adham pada suatu malam setelah
selesai mendirikan salat, duduk-duduk santai sambil menjulurkan kedua kakinya
ke depan. Lalu terdengar suara hatinya yang mengatakan: “Apakah begini caramu
duduk semajelis bersama raja-raja?”
Hal yang sama dengan Ahmad al-Jariri yang tidak pernah satu
kali pun menjulurkan kedua kakinya di kala khalwat (penyepian)-nya, dan
mengatakan: “Menjaga adab bersama Allah Swt adalah lebih baik dan utama”.
Note:
Istilah khalwat seringkali diartikan secara negative
oleh sebagian pemikir-pemikir Islam. Padahal khalwat merupakan
kesempatan bagi seseorang untuk berdialog dengan dirinya sendiri yang selama
ini terabaikan. Ini merupakan kesempatan untuk membiarkan suara hatinya
menasehati dirinya sendiri. Suara hati kita tak pernah berbohong, karena sejak
awal ia sudah diberi futrah hanya mengatakan sesuatu yang benar dan membenci
sesuatu yang salahatau menyimpang dari jalan Allah – penerj.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar