Selasa, 02 Oktober 2012

(44) Asma al-Husna: Al-Jaliil ; (45) Asma al-Husna: Al-Jamiil

(44) Al-Jaliil (Yang Maha Luhur)   ; (45) Al-Jamiil (Yang Maha Indah)

Al-Jaliil adalah yang berhak menyandang sifat-sifat keluhuran dan ketinggian; al-Jamiil searti dengan al-Jaliil; dan al-Jaliil itu adalah al-Muhsin (yang suka berbuat baik). Al-Jamiil adalah al-Mujammil, yakni perbuatan dengan penuh kebaikan.

Ketahuilah bahwa ‘Azza wa Jalla akan menyingkapkan pada qalb (hati) dengan sifat Jalaal-Nya, dan adakalanya dengan sifat Jamaal-Nya. Bila Dia menyingkap dengan Jalaal-Nya, maka orang itu akan merasakan suasanan kekaguman yang luar biasa, di mana kata-kata tidak mungkin bisa melukiskannya. Dan ketika sifat Jamaal-Nya tersingkap, maka  seseorang akan merasakan kerinduan yang amat mendalam. Sehingga, jika Jalaal sudah tersingkap – maka terlihat melalui mata hati (bashiirah) – maka pada saat itulah seseorang akan mengalami mahw dan ghaybah (ketiadaan. Sedangkan jika Jamaal-Nya yang tersingkap, niscaya muncullah kesadaran dan kedekatan seseorang kepada-Nya.

Atas dasar inilah, para ‘aarif yang telah disingkapkan atasnya Jalaal-Nya, ia menjadi gaib dan para pecinta yang kepadanya telah disingkapkan Jamaal-Nya menjadi senang; kalau ia gaib, maka padanya muhayyam (dirundung kerinduan) dan kalau senang, maka ia mutayyam (dipenuhi kerinduan).

Sedangkan para ‘aabid yang telah menyaksikan karunia-Nya mereka pun rela mendermakan jiwanya; para ‘aarif yang telah menyaksikan Jalaal-Nya mereka rela mendermakan hatinya; dan para pencinta yang telah menyaksikan Jamaal-Nya mereka mendermakan ruhnya.

Barangsiapa yang memiliki ‘ilm al-yaqiin (ilmu yakin), niscaya akan menyaksikan Jalaal-Nya; dan barangsiapa yang memiliki haq al-yaqiin, niscaya akan menyaksikan Jamaal-Nya.

Note:

Mahw berarti kemusnahan. Sebuah istilah yang menunjukkan kemusnahan segenap tindakan sang hamba dalam tindakan Allah. Mahw berbeda dari keterhapusan (mahq), yang di dalamnya wujud sang hamba hilang dalam Esensi itu sendiri. Mahw adalah hilangnya berbagai sifat dalam kebiasaan dan lenyapnya penyebab. Entitas sendiri tetap tidak berubah karena melalui entitas dirinya seseorang mempunyai pengetahuan tentang Allah. Oleh karena itu, mustahil bagi “dirimu” untuk hilang karena Allah ingin agar “dirimu” mengetahui diri-Nya. Dia tidak menghilangkan “diri-Mu” dari dirimu sendiri. Dia justru “menghapus” dirimu dari dirimu sendiri agar engkau tidak berhenti dengan wujud entitasmu sendiri. Dengan demikian, sang hamba memahami bahwa semua tindakannya sesungguhnya adalah tindakan-tindakan Allah (Amatullah Amstrong, Khazananh Istilah Sufi: Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, terj. M.S. Nasrullah dan Ahmad Baiquni [Bandung: Mizan, 2000, hlm. 167) penerj.
Ghaybah mempunyai arti ketiadaan. Sebuah istilah yang menunjukkan ketidaktahuan hati manusia ihwal yang terjadi dalam berbagai situasi kemanusiaan karena segenap panca indranya sepenuhnya disibukkan oleh berbagai pengaruh. Ghaybah juga mengacu pada cara Kekasih menyembunyikan diri-Nya dari sang pecinta. Ketiadaan ini dilakukan demi menanamkan pengetahuan dan mengajarkan tata karma dalam cinta (Amatullah Armstron, Khazanah Istilah Sufi, hlm. 77). – penerj.

Perlu digarisbawahi bahwa ke-Jamaal-an Tuhan tidak bisa dipersepsikan melalui pengalaman empiris. Karena Dia merupakan esensi murni, tidak bernama, tidak bersifat, dan tidak mempunyai relasi dengan sesuatu pun. Mengingat terbatasnya kemampuan indra, pikiran, akal dan pengertian memilki kemampuan yang fana dan tidak pasti, maka ke-Jamaal-an Tuhan tetaplah menjadi rahasia Tuhan. Atau dalam bahasa Ibn al-‘Arabi, “Tidak ada yang mengetahui Allah, kecuali Allah sendiri”. Ibn al-‘Arabi, al-Futuhah al-Makkiyah (Beirut: Daar al-Fikr, t.th., vol. I, 270). – penerj. 


<===  To Be Continued  ===>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlangganan via E-mail

Subscribe Here

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...