Al-Jaliil adalah yang berhak menyandang sifat-sifat keluhuran dan ketinggian; al-Jamiil searti dengan al-Jaliil; dan al-Jaliil itu adalah al-Muhsin (yang suka berbuat baik). Al-Jamiil adalah al-Mujammil, yakni perbuatan dengan penuh kebaikan.
Ketahuilah bahwa ‘Azza wa Jalla akan menyingkapkan
pada qalb (hati) dengan sifat Jalaal-Nya, dan adakalanya dengan
sifat Jamaal-Nya. Bila Dia menyingkap dengan Jalaal-Nya, maka
orang itu akan merasakan suasanan kekaguman yang luar biasa, di mana kata-kata
tidak mungkin bisa melukiskannya. Dan ketika sifat Jamaal-Nya
tersingkap, maka seseorang akan
merasakan kerinduan yang amat mendalam. Sehingga, jika Jalaal sudah
tersingkap – maka terlihat melalui mata hati (bashiirah) – maka pada saat
itulah seseorang akan mengalami mahw dan ghaybah (ketiadaan.
Sedangkan jika Jamaal-Nya yang tersingkap, niscaya muncullah kesadaran
dan kedekatan seseorang kepada-Nya.
Atas dasar inilah, para ‘aarif yang telah disingkapkan
atasnya Jalaal-Nya, ia menjadi gaib dan para pecinta yang kepadanya
telah disingkapkan Jamaal-Nya menjadi senang; kalau ia gaib, maka
padanya muhayyam (dirundung kerinduan) dan kalau senang, maka ia mutayyam
(dipenuhi kerinduan).
Sedangkan para ‘aabid yang telah menyaksikan
karunia-Nya mereka pun rela mendermakan jiwanya; para ‘aarif yang telah
menyaksikan Jalaal-Nya mereka rela mendermakan hatinya; dan para
pencinta yang telah menyaksikan Jamaal-Nya mereka mendermakan ruhnya.
Barangsiapa yang memiliki ‘ilm al-yaqiin (ilmu
yakin), niscaya akan menyaksikan Jalaal-Nya; dan barangsiapa yang
memiliki haq al-yaqiin, niscaya akan menyaksikan Jamaal-Nya.
Note:
Mahw berarti kemusnahan. Sebuah istilah yang
menunjukkan kemusnahan segenap tindakan sang hamba dalam tindakan Allah. Mahw
berbeda dari keterhapusan (mahq), yang di dalamnya wujud sang hamba
hilang dalam Esensi itu sendiri. Mahw adalah hilangnya berbagai sifat
dalam kebiasaan dan lenyapnya penyebab. Entitas sendiri tetap tidak berubah
karena melalui entitas dirinya seseorang mempunyai pengetahuan tentang Allah.
Oleh karena itu, mustahil bagi “dirimu” untuk hilang karena Allah ingin agar
“dirimu” mengetahui diri-Nya. Dia tidak menghilangkan “diri-Mu” dari dirimu
sendiri. Dia justru “menghapus” dirimu dari dirimu sendiri agar engkau tidak
berhenti dengan wujud entitasmu sendiri. Dengan demikian, sang hamba memahami
bahwa semua tindakannya sesungguhnya adalah tindakan-tindakan Allah (Amatullah
Amstrong, Khazananh Istilah Sufi: Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, terj. M.S.
Nasrullah dan Ahmad Baiquni [Bandung:
Mizan, 2000, hlm. 167) penerj.
Ghaybah mempunyai arti ketiadaan. Sebuah istilah yang
menunjukkan ketidaktahuan hati manusia ihwal yang terjadi dalam berbagai
situasi kemanusiaan karena segenap panca indranya sepenuhnya disibukkan oleh
berbagai pengaruh. Ghaybah juga mengacu pada cara Kekasih menyembunyikan
diri-Nya dari sang pecinta. Ketiadaan ini dilakukan demi menanamkan pengetahuan
dan mengajarkan tata karma dalam cinta (Amatullah Armstron, Khazanah Istilah
Sufi, hlm. 77). – penerj.
Perlu digarisbawahi bahwa ke-Jamaal-an Tuhan tidak
bisa dipersepsikan melalui pengalaman empiris. Karena Dia merupakan esensi
murni, tidak bernama, tidak bersifat, dan tidak mempunyai relasi dengan sesuatu
pun. Mengingat terbatasnya kemampuan indra, pikiran, akal dan pengertian
memilki kemampuan yang fana dan tidak pasti, maka ke-Jamaal-an Tuhan
tetaplah menjadi rahasia Tuhan. Atau dalam bahasa Ibn al-‘Arabi, “Tidak ada
yang mengetahui Allah, kecuali Allah sendiri”. Ibn al-‘Arabi, al-Futuhah
al-Makkiyah (Beirut:
Daar al-Fikr, t.th., vol. I, 270). – penerj.
<=== To Be Continued ===>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar