Asma al-Husna : al-Hasiib ; Asma al-Husna : al-Kaafii
(42) al-Hasiib (Yang Memperhitungkan) ;
(43) al-Kaafii (Yang Mencukupi)
Pencukupan Allah bagi hamba-Nya adalah bahwa Dia mencukupi
dalam segala keadaan urusan hamba-hamba-Nya. Dalam kondisi tertentu – sesuai dengan
pengetahuan-Nya – terjadi penangguhan pemenuhan keinginan si hamba. Ini
merupakan wujud pemeliharaan-Nya. Karena Allah tahu persis tingkat kebaikan dan
keburukan sesuatu itu bagi hamba-Nya.
Bila si hamba telah mengetahui bahwa Dia adalah Yang Maha
Pemberi Kebutuhan, maka sekali-kali si hamba tidak diperkenankan mengajukan
kebutuhannya kepada selain-Nya. Karena Dia akan segera merespons hamba-hamba
yang secara total berhenti di hadapan-Nya dan menyerahkan semua hal-ihwal
dirinya kepada-Nya. Apalagi jika hajat atau kebutuhan itu berkaitan dengan hak
Allah Swt. Namun harus diingat baik-baik, hajat itu bisa Dia tangguhkan
pelaksanaannya, jika tingkat kepentingannya tidak terlalu mendesak.
Bagi hamba pilihan, keputusan penangguhan tidak akan
membuatnya bersedih. Karena ia percaya in toto (secara bulat-bulat) bahwa
apa yang diperuntukkan bagi dirinya tidak akan luput darinya, sekalipun yang
berada di sekelilingnya berpaling atau meninggalkan; dan yang tidak
diperuntukkan baginya sekali-kali tidak akan sampai kepadanya, sekalipun mereka
mendatangi.
Kalau sikap terakhir ini dipegang secara konsisten oleh si
hamba, maka dalam waktu singkat Allah Maula-nya akan meridhainya dan
menjadikannya sebagai hamba pilihan-Nya. Namun, si hamba akan memilih
“ketiadaan” daripada “ada”, dan memilih “kefakiran” daripada “kekayaan”, karena
ia sudah merasakan kebahagiaan-kebahagiaan dengan keadaannya sekarang.
Sebaliknya, bagi para pemburu harta, mereka lebih suka menghabiskan waktu
dengan kerja keras untuk memperoleh kesenangan dan memenuhi segala keinginan
yang selalu didambakannya.
Barangsiapa yang sudah mengetahui bahwa Allah Swt akan
membuat perhitungan padanya; dan mengetahui bahwa di samping perhitungan itu
ada pula tuntutan – baik yang besar maupun yang kecil, yang remeh sampai yang
sebesar partikel – maka selayaknyalah bagi si hamba memperhitungkan dirinya
sendiri, sebelum diperhitungkan. Dan menuntut pada hati nuraninya untuk segera
menunaikan hak Allah Swt sebelum dirinya dituntut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar