Al-Muqsith adalah Yang Maha Adil, dalam bahasa
dikatakan Aqsatha apabila berlaku adil, dan Qasatha bila berlaku aniaya.
Adil dalam sifat Allah Swt memberi arti, bahwa semua af’al-Nya adalah baik.
Al-Jaami’ sebagai sifat Allah Swt diartikan sebagai al-Haasyir
(yang menghimpun para makhluk) dan al-Naasyir (yang menghidupkan orang
telah mati) pada Hari Kiamat nanti, menerima pahala dan siksa. Di hari itu,
daging satu dengan lainnya yang sudah
bercerai-berai akan dikumpulkan, jangat yang sudah terkupas dan terpisah-pisah
akan ditautkan, tulang-belulang yang rapuh berserakan akan dirakit. Dialah yang
menghimpun antara yang setaraf dan serupa, yang berlainan dan berlawanan,
segala benda dan tumbuhan, hewan-hewan dikembalikan dalam bentuk aslinya,
warna, rasa, bau, dan guna serta akibat buruk perbuatan-perbuatannya, perangai
dan budi pekertinya, tidak mampu rasanya memperinci seteliti-telitinya
sepanjang masa dan usia ( saya cukup di sini).
Firman Allah Swt:
Maha Sucilah Allah Pencipta Yang Paling Baik (QS.
al-Mu’minuun [23]: 14).
Dalam sebuah hadis diberitakan: “Segala hewan liar maupun
jinak akan dibangkitkan kelak di Hari Kiamat. Semuanya bersujud kepada Allah
Swt dengan sujud yang sangat
mengharukan. Kemudian malaikat berkata kepada hewan-hewan itu: “Hari ini
bukanlah hari untuk bersujud, tetapi hari “pahala dan siksa” dan kalian
dibangkitkan untuk menyaksikan aib yang dilakukan Bani Adam”; hewan-hewan itu
menjawab: “Kami sedang bersujud syukur, karena kami tidak dijadikan sejenis Bani
Adam”.
Andaikata seseorang memiliki pahala sebanyak pahala tujuh
puluh Nabi, tetapi ia mempunyai lawan yang menuntut satu daniq (mata
uang perak), tidaklah orang itu dapat masuk surga sebelum penuntut itu
merelakan.Andaikata lawan itu menuntut tujuh ratus salat yang dikabulkan sebagai
ganti satu daniq, itu pun tuntutan yang layak dan wajar bagi si
penuntut.
Sebagaimana halnya seseorang yang berlaku aniaya mengharap
rahmat Allah dan seorang yang teraniaya juga mengharapkan rahmat Allah.
Persoalan yang dialami dua manusia ini adalah keharusan baginya untuk menerima
terlebih dahulu hukum balasan yang setimpal. Baru setelah itu Allah Swt
berkenan memberikan rahmat-Nya.
“Hukum balasan yang setimpal” suatu keharusan, jangan sampai
nanti ada yang beranggapan bahwa Allah Swt merahmati orang yang berbuat aniaya
dan tidak merahmati orang yang teraniaya, Maha Suci Allah Yang Maha Adil lagi
Maha Bijaksana dari tindakan yang demikian.
Dialah yang menghimpun hati para wali-Nya guna menyaksikan
takdir-Nya, agar mereka terlepas dari sebab-akibat yang membawa al-Tafriqah
(perpecahan dan perselisihan). Dengan demikian, menjadi baiklah penghidupan
mereka, karena baginya sudah lenyap peranan perantara. Dan tidaklah pandangan
mereka tertuju pada kejadian-kejadian, melainkan pada mata takdir yang ketentuannya berada di tangan al-Haq. Mereka
merasakan kenikmatan, karena mereka mengetahui anugerah itu dari Allah Swt.
Sedang kalau yang diterima itu malapetaka, mereka pun mengetahui bahwa Allah
Swt saja yang dapat melenyapkan.
<=== To Be Continued ===>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar