Rabu, 10 Oktober 2012

(96) Asma al-Husna : Al-Baadii’



(96) Al-Baadii’ (Pencipta Pertama)


  
Al-Baadii’ berasal dari kata al-Mubdii’, yang berarti siapa saja yang melakukan suatu perbuatan; dan dari kata ini muncul istilah al-Bid’ah. Dikatakan al-Bid’ah, disebabkan suatu perkataan atau perbuatan yang oleh pengucap atau pelakunya belum pernah diucapkan atau dilakukan sebelumnya.

Allah Swt adalah Mubdii’, artinya yang memulai perbuatan dan pengadaan atas sesuatu, bukan saja adanya, tetapi juga bentuk dan upaya belum pernah didahului oleh siapa pun dan belum pernah mendapatkan pelajaran dari siapa pun. Maka sudah selayaknya bagi orang yang sudah mengenal ini meninggalkan Bid’ah, yang berlawanan dengan syariat, dan ketentuan sunnah. Bid’ah adalah segala yang tidak berasal dari al-Qur’an, sunnah Nabi dan ijmak (kesepakatan) umat.

Abu ‘Utsman al-Hiri berkata: “siapa yang menjunjung sunnah Nabi saw. Sebagai pemerintah yang berkuasa atas dirinya dalam ucapan dan perbuatan, niscaya ia bertutur kata dengan hikmah. Siapa yang menjadikan bahwa hawa nafsunya sebagai penguasa atas dirinya, niscaya perbuatan dan tutur katanya adalah Bid’ah.

Rasullullah saw bersabda: “Siapa yang menyukai sunnahku maka ia mencintai diriku dan siapa yang telah mencintai diriku, niscaya bersamaku dalam surga”.

Sahl ibn Abdullah al-Tustari berkata: “Pokok dari setiap mazhab (paham atau aliran) berkisar tiga hal: mengikuti jejak dan perangai Nabi saw maka yang halal dan ikhlas niat dalam semua hal”.

Allah Swa berfirman:  “… dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan Hikmah…”. (QS. Al-Baqarah [2]: 129). Dalam penafsirannya dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan hikmah itu adalah sunnah Rasulullah saw.

Di antara sufi, ada yang menuturkan pengalamannya, “Aku pernah melihat Rasulullah saw. dalam mimpi, maka aku pun berkata kepadanya: “Ya Rasulullah, sudilah kiranya Anda memberi syafaat padaku”. Rasulullah menjawab: “Bukankah syafaatku telah kuberikan padamu?” Aku pun menegaskan: “Sejak kapan wahai Rasulullah?” Rasulullah melanjutnkan jawabannya: “Sejak engkau menghidupkkan sunnah-sunnahku yang telah padam”.

Ibn Abbas (Abdullah) r.a mengatakan, “Tidak lewat atas manusia masa setahun tanpa membuat satu bid’ah dan mematikan satu sunnah hingga hiduplah satu bid’ah dan matilah satu sunnah.

Rasulullah saw telah bersabda: “Barangsiapa yang pergi ke ahli bid’ah lalu menyanjungnya, berarti ia sudah membantu meruntuhkan Islam”.

Kepada Nabi Musa as. Allah mewahyukan: “Jangan engkau duduk semajelis dengan ahli ahwaa’ (orang yang mengutamakan hawa nafsu) niscaya ia menciptakan sesuatu dalam hatimu apa yang belum pernah terjadi (bid’ah)”.

Sahl ibn Abdullah berkata: “Siapa yang bersikap lemah-lembut terhadap ahli bid’ah, maka Allah akan mencabut rasa manisnya sunnah; dan siapa yang tersenyum manis kepada rekan bid’ah; nisvaya imannya dicabut oleh Allah Swt”.

Abu Ali al-Daqqaq berkata: “Siapa yang meremehkan satu sopan santun dari budi pekerti agama Islam, niscaya akan dibalas siksa dengan diharamkan baginya sunnah; dan siapa yang meninggalkan sunnah, akan diharamkan baginya menjalankan fariidhah (kewajiban syariat).

Ketahuilah, bahwa keberkahan mengikuti sunnah itu akan menyampaiakan sang hamba hakikat qurbaan (pendekatan) dan kekhususan derajat, sebagaimana firman Allah Swt: “Jika engkau mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu” (QS. Ali Imran [3] : 31).

<===  To Be Continued  ===>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlangganan via E-mail

Subscribe Here

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...