(96) Al-Baadii’ (Pencipta Pertama)
Al-Baadii’ berasal dari kata al-Mubdii’, yang berarti
siapa saja yang melakukan suatu perbuatan; dan dari kata ini muncul istilah al-Bid’ah.
Dikatakan al-Bid’ah, disebabkan suatu perkataan atau perbuatan yang oleh
pengucap atau pelakunya belum pernah diucapkan atau dilakukan sebelumnya.
Allah Swt adalah Mubdii’, artinya yang memulai
perbuatan dan pengadaan atas sesuatu, bukan saja adanya, tetapi juga bentuk dan
upaya belum pernah didahului oleh siapa pun dan belum pernah mendapatkan
pelajaran dari siapa pun. Maka sudah selayaknya bagi orang yang sudah mengenal
ini meninggalkan Bid’ah, yang berlawanan dengan syariat, dan ketentuan
sunnah. Bid’ah adalah segala yang tidak berasal dari al-Qur’an, sunnah
Nabi dan ijmak (kesepakatan) umat.
Abu ‘Utsman al-Hiri berkata: “siapa yang menjunjung sunnah
Nabi saw. Sebagai pemerintah yang berkuasa atas dirinya dalam ucapan dan
perbuatan, niscaya ia bertutur kata dengan hikmah. Siapa yang menjadikan bahwa
hawa nafsunya sebagai penguasa atas dirinya, niscaya perbuatan dan tutur
katanya adalah Bid’ah.
Rasullullah saw bersabda: “Siapa yang menyukai sunnahku
maka ia mencintai diriku dan siapa yang telah mencintai diriku, niscaya
bersamaku dalam surga”.
Sahl ibn Abdullah al-Tustari berkata: “Pokok dari setiap
mazhab (paham atau aliran) berkisar tiga hal: mengikuti jejak dan perangai Nabi
saw maka yang halal dan ikhlas niat dalam semua hal”.
Allah Swa berfirman: “…
dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan Hikmah…”. (QS. Al-Baqarah [2]:
129). Dalam penafsirannya dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan hikmah itu
adalah sunnah Rasulullah saw.
Di antara sufi, ada yang menuturkan pengalamannya, “Aku
pernah melihat Rasulullah saw. dalam mimpi, maka aku pun berkata kepadanya: “Ya
Rasulullah, sudilah kiranya Anda memberi syafaat padaku”. Rasulullah menjawab:
“Bukankah syafaatku telah kuberikan padamu?” Aku pun menegaskan: “Sejak kapan
wahai Rasulullah?” Rasulullah melanjutnkan jawabannya: “Sejak engkau
menghidupkkan sunnah-sunnahku yang telah padam”.
Ibn Abbas (Abdullah) r.a mengatakan, “Tidak lewat atas
manusia masa setahun tanpa membuat satu bid’ah dan mematikan satu sunnah hingga
hiduplah satu bid’ah dan matilah satu sunnah.
Rasulullah saw telah bersabda: “Barangsiapa yang pergi ke
ahli bid’ah lalu menyanjungnya, berarti ia sudah membantu meruntuhkan
Islam”.
Kepada Nabi Musa as. Allah mewahyukan: “Jangan engkau duduk
semajelis dengan ahli ahwaa’ (orang yang mengutamakan hawa nafsu)
niscaya ia menciptakan sesuatu dalam hatimu apa yang belum pernah terjadi (bid’ah)”.
Sahl ibn Abdullah berkata: “Siapa yang bersikap lemah-lembut
terhadap ahli bid’ah, maka Allah akan mencabut rasa manisnya sunnah; dan
siapa yang tersenyum manis kepada rekan bid’ah; nisvaya imannya dicabut
oleh Allah Swt”.
Abu Ali al-Daqqaq berkata: “Siapa yang meremehkan satu sopan
santun dari budi pekerti agama Islam, niscaya akan dibalas siksa dengan
diharamkan baginya sunnah; dan siapa yang meninggalkan sunnah, akan diharamkan
baginya menjalankan fariidhah (kewajiban syariat).
Ketahuilah, bahwa keberkahan mengikuti sunnah itu akan
menyampaiakan sang hamba hakikat qurbaan (pendekatan) dan kekhususan
derajat, sebagaimana firman Allah Swt: “Jika engkau mencintai Allah, maka
ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu” (QS. Ali Imran [3] : 31).
<=== To Be Continued ===>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar