(95) Al-Haadii (Yang Maha Pemberi Petunjuk)
Al-Hidaayah dalam bahasa adalah al-Imaalah
(yang membuat condong).Dari Hidayah menjadi Hadiah berarti membuat hati yang
menerima hadiah itu supaya condong pada pemberi hadiah, atau mencondongkan
milik seorang menjadi milik orang lain.
Hidayah itu adalah kecondongan hati pada kebenaran, dapat
pula diartikan “yang menonjol”, sebagaimana batang leher (unuq) adalah anggota
badan yang paling menonjol dari anggota-anggota yang lain.
Sebagai sifat Allah Swt, maka al-Haadii berarti yang
menonjolkan “ahli kebaikan” ke martabat yang layak untuk dicapai. Allah Swt
memberi hidayah kepada hamba-Nya meliputi makrifat dengan kebaikan perkenalan,
juga memberi petunjuk akan keindahan budi pekerti, dan ketinggian akhlak dalam
menghadapi segala keadaan dan persoalan dengan kemuliaan penghormatan. Allah
berfirman: “Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), lalu diilhami dengan
kefasikan serta ketakwaan” (QS. al-Syams [91] : 7-8).
Pemberian hidayah pada keindahan budi merupakan cabang
hidayah kepada makrifat al-Haq, karena sebagaimana diketahui bahwa agama itu
mempunyai dua arah; pertama berlaku benar terhadap Allah Swt, dan kedua,
berbudi luhur terhadap sesama makhluk.
Disebut “keindahan budi”, itu manakala seseorang dapat
membujuk dirinya akan seseatu yang dibenci dengan bersikap lapang dada, senyum
manis, tertawa, dan tidak merasakan bahwa apa yang dibenci itu menjadi
ganggauan bagi dirinya.
Dipesankan, agar janganlah engkau meninggalkan bekas dalam
hati sanubarimu terhadap dua peristiwa. Rasulullah saw bersabda:
“Berbahagialah orang yang berada di malam hari sebagai seseorang yang melakukan
ibadah haji dan di pagi harinya sebagai pejuang”. Lalu sahabat menanyakan:
“Siapa gerangan orang yang demikian itu, wahai Rasulullah?” Dijawab oleh
Rasulullah: “Siapa saja yang keluarganya bertambah banyak dan tangannya
bertambah sempit (keadaannya serba kekurangan), berbudi pekerti indah terhadap
keluarga, masuk ke rumah dengan wajah tersenyum dan keluar dengan tersenyum
pula…Akulah dari mereka itu dan mereka dari golonganku, dan itulah para haji
yang menjadi pejuang di jalan Allah”.
Al-Fudhail ibn Iyadh berkata: “Andaikan aku dikawani oleh
seorang yang fasik tetapi indah budi pekertinya, lebih aku sukai daripada aku
dikawani oleh seorang abid yang buruk budi pekertinya”.
Rasulullah saw bersabda:
“Budi luhur itu merupakan kalung keridhaan Allah yang
diikatkan pada leher dengan kukuh, untaiannya dari rahmat-Nya terikat kukuh
dalam lingkaran pintu surga, ke mana saja budi itu dibawa, kesudahannya ke
surga juga. Budi yang buruk juga merupakan kalung, tetapi kalung kemurkaan
Allah yang dililitkan di batang leher dengan ikatan yang kukuh, rantainya dari
siksa yang melingkar di pintu neraka, ke mana juga perginya pekerti buruk itu
kesudahannya ke neraka juga”.
<=== To Be Continued ===>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar