Rabu, 10 Oktober 2012

(69) Asma al-Husna : Al-Waahid ; (70) Asma al-Husna : Al-Ahad




(69) Al-Waahid ; (70) Al-Ahad

Yang Maha Esa

Dua nama Allah ini tercantum dalam al-Qur’an, mempunyai makna yang sama: Yang Maha Esa.

“Wa ilaahukum ilaahu waahidun”

Artinya: “Dan Tuhan kamu itu Tuhan yang Maha Esa” (QS. al-Baqarah [2]: 163).

Dalam ayat lain disebutkan:

“Qul huwa-Allahu Ahad”

Artinya: Katakanlah: “Dia-lah Allah Yang Esa” (QS. al-Ikhlash [112]: 10.

Al-Waahid benar-benar tidak dapat dibagi dan dikecualikan. Inilah hakikat menurut ahli kebenaran; kalau dikatakan “suatu rumah” masih merupakan majazi, dapat dibenarkan dengan mengecualikan sebagian.

Menururt ibn Furik al-Waahid dalam sifat mempunyai tiga arti. Pertama, tidak terbagi-bagi dalam Zat; kedua, tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya; ketiga, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam perbuatan, sebagaimana orang Arab mengatakan: Fulaanun mutawwahidun bi hadzaa al-amri (Fulan menangani sendiri persoalan ini).

Sejak dulu telah disepakati bahwa tiga arti di atas layak bagi Allah Swt, sedangkan lafal al-tauhiid adalah suatu hakikat dalam menafikan pembagian, akan tetapi merupakan metaforis dalam bagian yang lain.

Adapun al-Ahad, asalnya secara kebahasaan adalah wahdun; dikatakan rajulun wahada, wahdun, yakni dengan memfathahkan huruf ha’ dan mensukunkannya. Dan dari sini kemudian terbentuk bentuk lain: wahiid; proses ini terjadi sebagaimana dikatakan rajulun farada, fard, dan fariid.

Sebagian orang tidak dapat membedakan arti al-Waahid dan al-Ahad; dan ada pula berusaha membedakannya. Al-Waahid (tunggal) adalah angka permulaan dari bilangan (satu, dua, dan selanjutnya)… sedang ahad (yang Esa) adalah nama yang sebutannya menafikan bilangan selanjutnya.

Dalam percakapan dikatakan “ahad” karena sebutan itu bersamaan dengan menafikan, misalnya “maa jaa ‘anii ahad” ( tiada mendatangi ahad) artinya menafikan kedatangan al-waahid atau siapa pun. Dikatakan jaa’anii waahid (telah mendatangi waahid), dan tidak dikatakan jaa’anii ahad ( telah mendatangiku ahad). Dikatakan al-Ahad, karena dapat memberi pengertian itsbaat (menetapkan) dalam menyifati Allah Azza wa Jalla atas wajah kekhususan; firman Allah Swt: “Qul huwa Allaahu ahad”. (Katakanlah:: “Allah itu Maha Esa”), tidak dapat dikatakan terdapat seseorang dengan sebutan al-Ahad. Bagi orang ia hanya boleh disebut waahid atau wahiid.

Tauhid itu adalah suatu hukum bahwasannya Allah Swt adalah waahid (tunggal), dan hukum itu dapat terlaksana dengan ucapan, ilmu pengetahuan dan isyarat jari.

 Tauhid ada tiga; pertama, tauhid Allah Swt terhadap diri-Nya, ini mencakup ilmu Allah, bahwa Dia-lah waahid, dan pemberian kadarnya bahwa Dia-lah waahid. Kedua, tauhid hamba kepada al-Haq, itu pun termasuk ilmunya. Ketiga, tauhid al-Haq terhadap seorang hamba; ini merupakan pemberian-Nya, yang merupakan wujud anugerah tauhid dan taufik-Nya kepada hamba-Nya.

Al-Syibli berkata: “Al-Tauhiid adalah penunggalan al-Qidam daripada al-Hadats (yang baru)”.

Menurut Zun Nun, al-Tauhiid itu bahwa engkau mengetahui bahwa kekuasaan Allah Ta’ala dalam segala sesuatu tanpa campur tangan siapa pun, karya tangan-Nya terhadap segala sesuatu tanpa ‘ilaaj ( bercampur dengan bahan-bahan campuran) dan tanpa ‘illat (proses sebab akibat); segala sesuatu adalah karya tangan-Nya, dan tidak berlaku sebab akibat bagi perbuatan-Nya, sehingga apa pun yang terlintas pada khayalan, bagi Allah itu tidak ada sama sekali.

Di bagian lain, al-Tauhiid itu adalah lenyapnya bentuk gambar dari kenyataan nama. Karena itu al-Tauhiid itu  adalah bahwa engkau mengetahui apa pun yang terlintas dalam ingatan, pemikiran, dan yang mendaki pada Kaifiyah Ta’ala (bagaimana-Nya) atau berkesudahan kepada Kammiyah (kadar berapa-Nya) atau sampai pada kesudahan Mahiat-Nya (ke-Dia-an-Nya) atau yang layak dengan menyifati Anniyatuhu (Akulah Dia-Nya); maka Allah Jalla Jalaaluhu merupakan kebalikan dari semua urutan itu.

Sebagian sufi berpendapat bahwa tidaklah dibenarkan menuntut-Nya, lantaran Dia itu tunggal denganmu. Mereka menegaskan, “Diharuskan seorang hamba mengesakan Dia dan keharusan baginya untuk mengenal-Nya sebaik-baiknya. Bahwa tauhidnya itu dengan Dia; berharap dan menuntut sesuatu hanya dengan-Nya”.

Sebagai hamba-Nya, kita juga harus mengetahui bahwa eksistensi yang ada disamping-Nya adalah karena dan dari-Nya. Dialah yang memulai, Dialah yang menganugerahi dan menyempurnakan. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

<===  To Be Continued  ===>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlangganan via E-mail

Subscribe Here

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...