(63) Al-Muhyii (Yang Maha Menghidupkan) ;
(64) Al-Mumiit (Yang Maha Mematikan)
Melaui asma-asma-Nya, jelas sekali bahwa hakikat pencipta
hidup dan mati adalah Allah Swt. Tidak ada selain-Nya yang dapat melakukan hal
demikian.
Para sufi mengatakan bahwa
“menghidupkan dan mematikan” adalah dua hal yang dapat diibaratkan ‘suka-cita
dan duka-cita” atau “karunia dan petaka” secara metaforis dan perluasan
(makna).
Ahli hakikat sependapat bahwa “siapa yang datang menuju
kepada al-Haq, niscaya dihidupkan oleh-Nya; dan siapa yang berpaling niscaya
dimatikan”. Mereka pun bersyair:
Bila Engkau kuingat, matilah aku,
setelah itu aku hidup kembali.
Berulang kali halku demikian
berapa kali kematianku,
dan berapa kali kehidupanku.
Para Syekh memberi wejangan: “Barangsiapa fana demi untuk
Allah, niscaya ia hidup walaupun binasa; dan siapa yang hidup dalam pelanggaran
maka sebenarnya ia mati sekalipun bernafas”. Syair di bawah ini mereka
ulang-ulangi:
Tidaklah orang yang mati itu istirahat
sebab kematiannya.
Sungguh! Kematian itu adalah
matinya yang hidup.
Sehingga dikatakan orang: “Telah mati suatu kaum, sedangkan
mereka di tengah-tengah masyarakat adalah orang-orang yang hidup (yakni mereka
mendapat sebutan yang baik)”.
Allah Swt berfirman dalam kitab suci-Nya:
Janganlah kamu mengira, bahwa orang yang terbunuh di
jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup (QS. Ali Imran [3]: 169).
Golongan sufi berpendapat: “Islam itu adalah gelanggang
penyembelihan jiwa dengan pedang mujaahadah, dan iman itu merupakan
penggerak hati dengan cahaya kepekaan”. Dari ucapan mereka ini, mereka
berpendirian: “Tidak dibenarkan orang yang mendengarkan bunyi tabuhan dan
menyanyi, kecuali mereka yang nafsunya sudah mati, sedang hatinya tetap hidup”.
Tanda mereka yang sudah mati nafsunya ialah lenyapnya
kebejatan dan jatuhnya syahwat; ketekunan terhadap hak Allah dan apa yang
berada di sisinya. Mencari ridha Allah dan jauh dari angan-angan kosong. Hamba
yang demikian ini, laksana hidup bersama Allah, berakhlak atau budi luhur
dengan-Nya; selalu dalam kebenaran, dan sikapnya terhadap sesama makhluk adalah
futuwah (murah hati). Dengan pribadi demikian, tidaklah si hamba menyalahi
perintah-perintah Allah dan dengan “kemurahan hati” tidaklah si hamba
bertengkar dengan sesamanya dalam setiap keperluan dan maksud.
Note:
Mujaahadah adalah perjuangan dan upaya spiritual
melawan hawa nafsu dan berbagai kecenderungan jiwa rendah (nafs).
Ditambahkan mujaahadah adalah perang terus-menerus yang disebut Perang
Suc Besar (al-jihaad alakbar). Perang ini menggunakan berbagai senjata
samawi berupa mengingat Allah (dzikrullaah). Mereka yang sudah matang
dalam menepuh Jalan Spiritual, mereka yang mengenal Allah (aarifin),
mengatakan bahwa mujaahadah adalah permainan kanak-kanak! Pekerjaan orang-orang
dewasa sesungguhnya adalah Pengetahuan Ilahi (ma’rifah). – penerj.
<=== To Be Continued ===>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar