(61) Al-Mubdi’u (Yang Maha Memulai) ;
(62) Al-Mu’iid (Yang
Maha Mengembalikan)
Al-Mubdi’u artinya yang pertama-tama menciptakan.
Allah yang menyandang asma ini berarti Dia yang membuat sesuatu menjadi nyata
dengan penciptaan, pembentukan, dan pemeliharaan.
Al-Mu’iid artinya mengembalikan, yang mengulangi
kembali setelah lenyap, yang membuat lagi sebagaimana mula pertama. Allah Swt
adalah al-Mubdiu, berarti Dialah yang: [1] menciptakan makhluk dari tiada
menjadi ada; [2] mengembalikan mereka dengan kebangkitan (nusyuur).
Menghidupkan kembali makhluk-makhluk-Nya yang telah mati pada Hari Kiamat
nanti.
Menjadi kebiasaan makhluk, bahwa yang bersikap mengabaikan
tentu akan diabaikan orang. Lalu bagaimana dengan sikap al-Khaaliq? Bagi-Nya,
siapa yang selalu mengajukan permohonan kepada-Nya, Dia pun akan semakin cinta
dan pemberian-Nya pun akan selalu bertambah.
Dari keindahan karunia-Nya, bahwasannya ia mengulangi
kembali hari-hari yang telah berlalu dan waktu-waktu yang telah silam,
sebagaimana disebutkan dalam madah penyair:
Walaupun bekas telah kabur terhapus,
Masa silam telah rabun dalam penglihatan;
Tidak demikian dengan rinduku padamu
Jelas terukir: tak akan mudah terhapus
Tiadalah aku putus dari harapan padamu
Semoga Allah menghimpun kamu kembali
Itulah masa dahulu yang sebaik-baiknya dalam kehidupan
Masa mesra saling bersanding dalam iringan kecapi abadi.
Di pihak lain, ada yang berpendapat bahwa waktu itu tidak
berulang kembali. Maka siapa yang sudah diluputkan dari waktu, tidak ada lagi
kesempatan yang dapat menyampaikan lagi padanya. Mereka lalu bersyair:
Lorong yang kujalani sudah jauh berlalu
Licin dibasahi air mata atau kering sebab tawa
Kurindukan kuharapkan tetap hanya kenangan
Maka tiadalah kemurnian hari dapat kembali
Telah dikisahkan bahwa tangisan Nabi Dawud as. makin
menjadi-jadi, maka Allah menegur dengan wahyu-Nya: “Hai Dawud, mengapa tangismu
makin menjadi-jadi? Kalau api neraka yang engkau takuti, Aku menjamin
keamananmu! Kalau surga yang engkau harapkan, Aku yang akan menyampaikan; kalau
dikarenakan kata-kata lawanmu, Aku telah merelakan!” Dengan teguran Allah Swt,
bukan tambah reda tangisnya, tetapi malah semakin keras dengan diiringi ucapan:
“Akan hal diriku, ya Allah, yang kutangiskan adalah luputnya kejernihan waktu
yang telah lalu,… kalau kiranya berkenan bagi-Mu ya Allah, sudi kiranya Engkau
kembalikan kejernihan masa lalu padaku!” Allah berfirman: “Permintaanmu
sangatlah jauh hai Dawud, tiada jalan untuk mengembalikan masa yang telah
lewat!”
Mengharapkan berulangnya kembali waktu merupakan hal yang
tidak dapat dicapai. Saat-saat penyesalan dan keluhan dari kesempatan waktu
yang lampau, lebih sempurna dari waktu-waktu itu sendiri.
Karena itulah Nabi Musa as. berkata: “Ya Ilahi! Di mana aku
bisa menemui-Mu?” Firman Allah: “Di sisi mereka yang patah hati demi Aku”.
<=== To Be Continued ===>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar