Rabu, 10 Oktober 2012

(58) Asmaa-Husna: Al-Waliy




(58) Al-Waliy (Yang Maha Melindungi)

Al-Wali bermakna Dia yang mengurusi hal-ihwal hamba-hamba-Nya dan amal perbuatan mereka. Al-Wali dapat pula diartikan al-Naashir (Penolong atau Pembantu). Sering kita dengar orang mengatakan: “Ia menjadi wali si fulan”, artinya ia adalah penolong si fulan. Dalam hal ini Allah berfirman:

“Wa ma kaa na lahum min duunnillah min auliyaa”

Artinya: “Dan sekali-kali tidak ada bagi mereka awliyaa penolong selain Allah” (QS. Hud [11]: 20).

Dalam ayat lain disebutkan:

“Nahnu auliyaa-ukum fi al-hayaati al-dunya”

Artinya: “Kamilah pelindung-pelindung kamu dalam kehidupan dunia” (QS. Fushshilat [4]: 31).

Kata awliyaa dalam dua ayat di atas bermakna Anshaarukum (Penolong-penolong kalian).

Al-Wali dapat menjadi sifat seorang hamba dengan syarat ia harus tekun dan taat. Seseorang dinamakan auliya’ Allah apabila ia menolong agama Allah dan menjadi pengikut yang taat. Menjadi sebutan al-Wilayah dengan arti al-Mahabbah (kecintaan). Firman Allah:

“Wa Allahu waliy al-mu’miniin”

Artinya: “Dan Allah adalah wali bagi orang-orang yang beriman” (QS. Ali ‘Imran [3]: 68).

Maksudnya: Allah mencintai mereka (orang-orang beriman).

Para arif berkata bahwa Allah Swt memberitahukan kepada kita, bahwa Nabi Yusuf as. mengucapkan:

Engkaulah wali bagiku di dunia dan di akhirat (QS. Yusuf [12]: 101).

Allah Swt telah mengetahui, bahwa dalam umat Muhammad terdapat orang-orang yang lemah, yang tidak mampu menahan diri dari perbuatan dosa dan mereka pun tidak berani berdoa, maka Allah Swt telah menyatakan kepada mereka tentang kebaikan karunia-Nya. firman-Nya:

Kami adalah Auliya kamu (QS. Fushshilat [41]: 31).

Betapa jauh perbedaan ucapan seorang hamba yang mengatakan: “Engkau wali bagiku” dengan ucapan Allah Swt kepada seorang hamba: “Aku-lah wali bagimu”. Ketahuilah, bahwa sifat Ubudiyah (kehambaan) bagi seorang hamba adalah nisbi ( tidak asli), sedang wilayah Allah Swt bersifat “pertama”. Yan nisbi itu sekali-kali belumlah “menjadi sesuatu” (lam yakun/tiada wujudnya). Apa yang dari al-Haq Swt “senantiasa ada” (lam yazal). Alangkah baiknya bagi anda, kalau senantiasa: “tetap ada” daripada “belum menjadi sesuatu”.

Tanda seseorang yang menjadikan al-Haq sebagai walinya ialah hamba tersebut dijaga dan dibantu oleh-Nya dari segala yang terkandung dalam hati selama hidupnya dan disampaikan segala yang diharapkan oleh isyarat-isyaratnya dan menyegerakan hajat-hajat yang berada di dalam lintasan hatinya.

Seorang syekh menceritakan pengalamannya; “Pada suatu hari saya datang menjumpai Zun Nun al-Mishi, ia menanyakan padaku: “Apa kata orang mengenai diriku?” Kujawab: “Anda dikatakan seorang zindiq (orang kafir yang berpura-pura beriman).” Kata Zun Nun: “Tak apa-apa kalau hanya itu saja yang dikatakan mereka, asal jangan dikatakan Yahudi! Sebab kata Yahudi lebih menggusarkan hati banyak orang.’ Baru saja beberapa langkah dari kediaman ia, orang-orang ramai membicarakan kalau Zun Nun al-Mishri adalah Yahudi, kembali lagi aku memberitahukan kepada ia dan kukatakan: “Sekarang baru aku yakin kalau Anda dikatakan Yahudi”.  Ia mendengar sambil tersenyum: Tidak lama orang-orang pun akan melaporkan hal tersebut kepada Sultan, dan Sultan segera mengeluarkan perintah penangkapan.

Petugas yang hendak melakukan penangkapan datang ke negeri Zun Nun dengan menggunakan perahu. Zun Nun dengan tenang menantikan kedatangan petugas di tepi pantai. Dan setiap kali Zun Nun menggerakkan bibirnya, ombak pun datang seakan-akan hendak menenggelamkan perahu itu. Sesampainya di pantai bukan penangkapan yang dilakukan, melainkan para petugas mohon maaf kepada ia sambil menyatakan penyesalannya.

“Siapa yang enggan membalas siksa demi dirinya, Allah-lah yang melakukan penyiksaan, dan siapa yang tidak berusaha memperoleh kemenangan demi untuk dirinya, Allah-lah yang akan memenangkan dirinya”.

Orang yang menjadikan Allah sebagai walinya, kekekalan taufiq dan hidayah kepada hamba tersebut, hingga kalaulah si hamba melakukan kedurhakaan atau bermaksud hendak melanggar larangan, maka Allah mengayomi dengan mencegah dari perbuatan itu. Demikian pula bila si hamba condong hendak mengurangi ketaatannya, tidaklah mudah melakukannya, bahkan taufiq dan hidayah akan bertambah dengan tibanya pertolongan dan kekuatan dari-Nya.


<===  To Be Continued  ===>


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlangganan via E-mail

Subscribe Here

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...