(53) Al-Syahiid (Sang Saksi Utama)
Al-Syahiid dapat juga berarti al-‘Aliim (Yang Maha
Mengetahui) sebagaimana dalam firman-Nya:
“Syahidallah”
Artinya: “Allah
menyaksikan” (QS. Ali Imran [3]: 18).
Maksudnya, Allah mengetahui dengan penyaksian.
Al-Syahiid juga berarti yang hadir. Berkaitan dengan
Allah, kehadiran itu berarti ilmu-Nya, penyaksian-Nya dan qudrat-Nya. Al-Syahiid
adalah mubalaghah dari al-Syaahid. Pada Hari Kiamat kelak Allah Swt. Sebagai
al-Syaahid (saksi) atas semua makhluk, firman-Nya:
“Qul ayyu syai’in akbaru syahaadatan qulillaah”
Artinya: Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat
persaksiannya?” Katakanlah: “Allah” (QS. al-‘An’am [6]: 19).
Dengan demikian, al-Syahiid itu uga berarti al-Masyhuud
(yang menyaksikan), maka seakan-akan hamba menyaksikan-Nya. Al-Syaahid
dan al-Syahiid termasuk sifat-Nya, yang menunjukkan segala dalil dan
menjelaskan segala alasan.
Seorang yang menyaksikan dapat dikatakan saksi karena dapat
menerangkan dan menjelaskan. Bila Allah Swt adalah Syahiid yang mengetahui
segala amal perbuatan hamba-Nya dan melihat apa yang mereka lakukan, maka sudah
pasti Allah Swt pada Hari Kiamat nanti bertindak sebagai saksi atas diri
mereka. Karena itu Dia berfirman: “Dan bersabarlah dalam menunggu keputusan
Tuhanmu, karena sesungguhnya kamu selalu dalam penglihatan Kami” (QS.
al-Thur [52]: 48)
Dikisahkan, suatu ketika ada seorang yang didera dengan
cambuk, sedang ia tetap sabar dan tidak ada keluhan sedikit pun keluar dari
mulutnya. Orang-orang berkerumun, dan di antaranya ada seorang syekh bertanya,
“Apakah ketika Anda didera tidak merasakan sakit?” Ia menjawab, “Tentu saja
tidak!” Si Syekh bertanya lagi, “Mengapa Anda tidak menjerit?” Dengan tenang
dan mantap ia menjawab, “Bagaimana aku akan menjerit, sementara di antara yang hadir
ada yang kucintai dan mengawasiku; kalau saja aku menjerit, tentu aku
kehilangan mukaku di sisi-Nya”.
Dari kisah di atas, siapa yang mengklaim cinta kepada Allah
Swt dan tidak bersabar atas gigitan nyamuk atau semut – Simbol penderitaan;
dapatkah dibenarkan pengakuan cintanya itu?
Bagi ahli makrifat, tidak akan pernah menuntut hiburan
selain dari-Nya, tidak pula meminta sesuatu selain pada-Nya, seperti
diungkapkan dalam bait-bait syair berikut:
Engkau! Gembira dan dukaku
Dengan-Mu, aku berbincang di kepekatan malam
Kala aku berkata, ucapanku hanya Engkau
Kala aku diam,
Engkaulah tali yang tersembunyi dalam hatiku.
Mereka yang menyadari bahwa Dia menyaksikan gerak-gerik
hamba-Nya akan timbul kesadaran dalam dirinya sendiri untuk senantiasa
melakukan sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan, baik kepada sesama manusia
maupun kepada Allah Swt kelak. Ia akan tumbuh menjadi pribadi yang jujur
sebagai manifestasi dari firman-Nya, “Janganlah kamu menyembunyikan
persaksian” (QS. al-Baqarah [2]: 283); sehingga ia berusaha sekuat mungkin untuk menegakkan kebenaran; Hendaklah
kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah (QS. al-Thalaq [65]: 2).
<=== To Be Continued ===>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar