(51) Al-Majiid (Yang Maha Mulia)
Al-Majiid dalam sifat-Nya searti dengan al-‘Azhiim
(Yang Maha Besar, sudah diuraikan di muka). Al-Majdu dalam bahasa
berarti kemuliaan, misalnya al-Majiid al-A’thaa, yakni, yang banyak
memberi ihsan.
Ihsan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang bersifat
samar dan tersembunyi, adalah pemeliharaan dan penjagaan-Nya atas hati (qalb),
dan terhadap kemurnian saat-saat yang telah dilalui oleh mereka. Ini merupakan
pemberian nikmat yang sebesar-besarnya. Mengingat ujian-Nya yang amat berat
adalah kecintaan hati.
Ketika seseorang sudah benar-benar hatinya terjaga dan
senantiasa kontak dengan Allah, maka rasa sakit yang ada pada tubuhnya sudah
tidak terasa lagi. Al-Qusyairi menunjuk seorang sufi bernama Samnun, ketika
asyik mendendangkan beberapa bait syair pujian dengan suaranya yang amat merdu
dengan diiringi tabuhan, ia seringkali memukul pahanya. Karena keasyikannya,
daging pahanya membengkak dan berdarah, namun ia tidak merasakan sakit apa pun.
Inilah bait-bait syair yang mempesonakannya itu:
Dulu, memang kumiliki hatiku
Kini entah ke mana perginya
Dulu aku hidup bersamanya
Kini hilanglah sudah
Apa yang dulu bersamaku
Karena bolak-balik tidak menentu
Ya Tuhan, kembalikan hendaknya
Apa yang pernah kupunyai
Agar tidak sempit diriku.
Ada
pula seorang sufi melakukan thawaf di Baitullah sambil bersajak:
Aduhai betapa sedih setelah bahagia
Betapa pula hinanya setelah mulia
Oh! Beginilah rasanya kehilangan setelah pertemuan.
Ketika ditanyakan kepadanya, “Apakah Anda kehilangan sesuatu
atau terkena suatu musibah?” Ia menjawab, “Tidak, aku dulu mempunyai qalbu,
tetapi sekarang entah ke mana perginya”.
‘Abd Allah ibn Khafif bercerita, “Aku pernah menjumpai
seorang yang minta-minta di Mesir,
ia berkeliling dan kepada setiap
orang yang dijumpai ia berkata, ‘Kasihanilah diriku, aku ini adalah seorang
sufi yang kehilangan modal’. Aku pun bertanya kepadanya, ‘Mungkinkah seorang
sufi memiliki modal?’ Dia menjawab, ‘Dulu aku mempunyai hati, tetapi sekarang
entah ke mana’”.
Ketahuilah sekarang, sekiranya Allah Swt menghendaki untuk
membahagiakan hamba-Nya, maka hamba itu pun dikayakan tanpa harta, dicukupi
tanpa upaya dan dimuliakan tanpa bersusah payah; dan apabila yang dikehendaki
adalah kemalangan, maka hamba itu diakhiri dengan kesibukan yang
sekonyong-konyong dan menerima pembalasan siksa secara mendadak.
<=== To Be Continued ===>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar