Rabu, 10 Oktober 2012

(51) Asma al-Husna: Al-Majiid



(51) Al-Majiid (Yang Maha Mulia)

Al-Majiid dalam sifat-Nya searti dengan al-‘Azhiim (Yang Maha Besar, sudah diuraikan di muka). Al-Majdu dalam bahasa berarti kemuliaan, misalnya al-Majiid al-A’thaa, yakni, yang banyak memberi ihsan.

Ihsan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang bersifat samar dan tersembunyi, adalah pemeliharaan dan penjagaan-Nya atas hati (qalb), dan terhadap kemurnian saat-saat yang telah dilalui oleh mereka. Ini merupakan pemberian nikmat yang sebesar-besarnya. Mengingat ujian-Nya yang amat berat adalah kecintaan hati.

Ketika seseorang sudah benar-benar hatinya terjaga dan senantiasa kontak dengan Allah, maka rasa sakit yang ada pada tubuhnya sudah tidak terasa lagi. Al-Qusyairi menunjuk seorang sufi bernama Samnun, ketika asyik mendendangkan beberapa bait syair pujian dengan suaranya yang amat merdu dengan diiringi tabuhan, ia seringkali memukul pahanya. Karena keasyikannya, daging pahanya membengkak dan berdarah, namun ia tidak merasakan sakit apa pun. Inilah bait-bait syair yang mempesonakannya itu:

Dulu, memang kumiliki hatiku
Kini entah ke mana perginya
Dulu aku hidup bersamanya

Kini hilanglah sudah
Apa yang dulu bersamaku
Karena bolak-balik tidak menentu

Ya Tuhan, kembalikan hendaknya
Apa yang pernah kupunyai
Agar tidak sempit diriku.

Ada pula seorang sufi melakukan thawaf di Baitullah sambil bersajak:

Aduhai betapa sedih setelah bahagia
Betapa pula hinanya setelah mulia
Oh! Beginilah rasanya kehilangan setelah pertemuan.

Ketika ditanyakan kepadanya, “Apakah Anda kehilangan sesuatu atau terkena suatu musibah?” Ia menjawab, “Tidak, aku dulu mempunyai qalbu, tetapi sekarang entah ke mana perginya”.

‘Abd Allah ibn Khafif bercerita, “Aku pernah menjumpai seorang yang minta-minta di Mesir, ia berkeliling dan kepada setiap orang yang dijumpai ia berkata, ‘Kasihanilah diriku, aku ini adalah seorang sufi yang kehilangan modal’. Aku pun bertanya kepadanya, ‘Mungkinkah seorang sufi memiliki modal?’ Dia menjawab, ‘Dulu aku mempunyai hati, tetapi sekarang entah ke mana’”.

Ketahuilah sekarang, sekiranya Allah Swt menghendaki untuk membahagiakan hamba-Nya, maka hamba itu pun dikayakan tanpa harta, dicukupi tanpa upaya dan dimuliakan tanpa bersusah payah; dan apabila yang dikehendaki adalah kemalangan, maka hamba itu diakhiri dengan kesibukan yang sekonyong-konyong dan menerima pembalasan siksa secara mendadak.


<===  To Be Continued  ===>


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlangganan via E-mail

Subscribe Here

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...