(3) Huwa (Dia)
Ketahuilah! Bahwa asma Huwa bagi seorang sufi
merupakan pemberitahuan mengenai akhir dari suatu kebenaran (al-tahaaquq).
Sedangkan bagi ahli zahir, asma ini merupakan permulaan yang membutuhkan
pengungkapan lebih lanjut agar diketahui: siapakah Dia itu?
Bagi ahl al-thariq (penempuh jalan sufi) – asma ini –
tidak lagi membutuhkan pembahasan dan pemahaman lebih mendalam, karena mereka
sudah benar-benar menjiwainya, baik yang eksplisit maupun implisit. Sehingga Huwa
merupakan keterangan yang sudah memadai dari semua keterangan.
Al-Imam Abu Bakr ibn Furik – semoga Allah menyucikan ruhnya
– berkata: “Huwa, terdiri dari huruf-huruf ha’ dan wawu;
untuk mengucapkan ha’ suaranya keluar dari tenggorokan dalam, yang
merupakan pengeluaran suara terakhir. Sedangkan wawu pengucapannya dari
bibir, yang merupakan awal pengeluaran suara. Dengan demikian Huwa
merupakan isyarat bahwa awal setiap kejadian tidak terlepas dari-Nya, dan
kembalinya setiap kejadian juga kepada-Nya. Itulah isyarat firman-Nya; Dia-lah
Yang Awal dan Yang Akhir (QS. Al-Hadiid [57]: 3)”
Seorang sufi menuturkan pengalamannya. Ia pernah berjumpa
dengan seseorang dalam keadaan walah. Sufi itu bertanya: “Siapa namamu?”
Dijawab: “Huwa” Maksudku: “Anda ini sebenarnya siapa?” Dijawab: “Huwa”.
Siapa putra Yahya?”, tanyanya serius. Namun ia tetap menjawab: “Huwa”.
Sufi itu pun semakin penasaran:”Siapa yang Anda maksud dengan ucapan Huwa?”
Tetap saja ia menjawab: “Huwa”. Tidak ada satu pertanyaan pun yang tidak
dijawabnya denga Huwa. Akhirnya sufi itu pun minta ketegasan dan
keseriusan jawaban. “Apakah yang Anda maksudkan Huwa itu Allah?”
Seketika itu juga yang ditanyai menjerit dan ruhnya pun keluar (untuk
selama-lamanya kembali kepada-Nya).
Salah seorang ahli isyarat menegaskan bahwa Allah Swt telah
menyingkapkan kepada sirr dengan firman-Nya “Huwa” dan
menyingkapkan kepada qalb mengenai berbagai asma-Nya.
Ada
juga yang berpendapat bahwa Allah Swt menyingkapkan kepada para al-Huyyam
(para pengembara spiritual) dengan firman-Nya “Huwa” dan juga kepada al-Muhayyamiin
(yang dijadikan pengembara spiritual) dengan firman-Nya “Allah”.
Sedangkan kepada para ulama dengan firman-Nya “Ahad”; kepada mereka yang
berakal dengan firman-Nya “al-shamad” (Yang Maha Dibutuhkan); dan kepada
awam dengan firman-Nya; “Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan; dan
tidak ada seorang pun yang serupa dengan-Nya” (QS. al-Ikhlash [112]; 3-4).
Note:
(1)
Sirr secara bahasa berarti rahasia atau misteri.
Sirr adalah substansi halus dan lembut (lathiifah) dari rahmat Allah.
Inilah relung kesadaran paling dalam, tempat komunikasi rahasia antara Tuhan (Rabb)
dan hamba (‘abd)-Nya. Inilah tempat paling tersembunyi di mana Allah
memanifestasikan rahasia-Nya kepada diri-Nya sendiri (Lih. Amatullah Armstrong,
Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, hlm.
265)—penerj.
(2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar