Asma al-Husna : al-Razaaq
(18) al-Razaaq (Maha Pemberi Rezeki)
Al-Razzaaq merupakan muballaghah (menyatakan
berlebih-lebihan) dari al-Raaziq. Dialah pemberi rezeki, yakni segala
sesuatu yang dapat memberi manfaat pada zatnya; juga dapat diartikan apa saja
yang tersedia dan siap untuk dimanfaatkan.
Pernah ditanyakan kepada seorang sufi: “Dari mana Anda
memperoleh makanan?” Jawabnya: “Semenjak aku mengenal Penciptaku, tidak pernah
aku ragu dengan rezeki-Nya”.
Seseorang bertanya kepada Hatim al-Asham: “Dari mana Anda
memperoleh makanan?” Ia menjawab: “Cukuplah kiranya bagi pengetahuan Anda,
bahwa roti itu tiba dari langit”. Ada
lagi yang menanyakan tentang makanan, lalu dijawab: “Dari Khazanah Paduka Raja
yang tidak dapat dimasuki pencuri-pencuri dan tidak pula dimakan oleh rayap”.
Ketahuilah! Jika Allah Swt mengkhususkan bagi orang-orang
kaya berbagai bentuk rezeki, dan mengkhususkan bagi fakir miskin dengan
penyaksian Maha Pemberi Rezeki. Maka siapa yang memperoleh kebahagiaan dengan
penyaksian al-Razzaaq, niscaya tidak satu pun dapat mencelakakan dirinya dari
hal rezeki. Barangsiapa sudah mengenal bahwa Dialah al-Razzaaq, niscaya akan
mengembalikan segalanya kepada Allah, baik banyak maupun sedikit yang bisa
diperoleh. Karena ia sudah mengetahui bahwa tidak ada bagi-Nya sekutu dalam pemberian
sebagaimana ketiadaan sekutu dalam penciptaan.
Dikisahkan bahwa Nabi Musa as, berkata dalam munajatnya:
“Ilahi! Adakalanya aku dihadang oleh kebutuhan yang tidak berarti; apakah yang
demikian itu aku mintakan juga kepada-Mu atau kepada selain-Mu?” Tuhan pun
menjawab: “Jangan sekali-kali engkau memohon kepada selain-Ku, walaupun
garam untuk adonan tepung atau rumput makanan ternakmu”. Setelah itu Nabi
Musa selalu meminta baik yang banyak maupun yang sedikit, bahkan permohonan
berupa:
Ya Tuhanku! Tampakkanlah diri-Mu agar aku dapat
melihat-Mu (QS. al-A’raaf [7]: 143).
Atau dalam ayat yang lain:
Ya Tuhan! Sesungguhnya aku memerlukan suatu kebaikan yang
Engkau turunkan kepadaku (QS. al-Qashash [28]: 24).
Diceritakan bahwa al-Syibli telah menulis surat yang ditujukan kepada hartawan. Isinya:
“Hendaknya Anda kirimkan kepada kami sebagian dari harta kekayaan duniamu”. Para hartawan itu menjawab: “Hendaklah engkau minta
kepada Maulamu (pelindungmu)”. Al-Syibli membalas jawaban hartawan itu: “Dunia
ini hina, engkau pun hina pula; memang sudah sepantasnya kalau yang hina aku minta dari yang hina, dan aku
tidak memohon dari maula selain maula-Nya”.
Ketahuilah bahwa Allah Swt menganugerahi rezeki kepada para
arwah, juga kepada sir-sir, sebagaimana Dia menganugerahkan kepada
bayangan-bayangan dan segala yang lahir. Sedangkan rezeki itu ada yang
merupakan makrifat, ada pula yang merupakan ungkapan. Dia pula yang berkenan
melapangkan dan menyempitkan rezeki bagi suatu kaum dan kepada siapa pun yang
dikehendaki-Nya tanpa sebab, sebagaimana halnya rezeki tubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar