Senin, 25 Juni 2012

(10) Asma al-Husna : al-Jabbaar


Asma al-Husna : al-Jabbaar



(10) al-Jabbaar )Yang Kehendak-Nya Tidak Diingkari atau Yang Maha Pemaksa)

Al-Jabbaar diambil dari akar kata yang popular diucapka, yaitu pada kalimat “nakhlatun jabbaaratun idzaa faaqatil aidii” (pohon korma itu terlalu tinggi ketika tanganku mencapainya). Inilah sekedar mengilustrasikan Allah Ta’ala. Namun makna hakikinya adalah bahwa Dia tidak dapat dicapai oleh “tangan-tangan” anianya dari manusia-manusia yang zalim dan tidak dapat dilawan oleh para penentangnya.

Dalam konteks ini, al-Jabbaar merupakan sifat zat-Nya karena memberi keterangan tentang eksistensi-Nya. Yaitu, sifat kebenaran dan kebesaran. Sehingga al-Jabbaar sama dengan al-Mutakabbir dan al-Jabbaruut, yang berarti takabur (sombong). Takabur sebagai sifat Azza wa Jalla adalah terpuji, sedangkan bagi makhluk, sifat ini amatlah tercela.

Dapat juga dikatakan al-Jabbaar dengan makna al-Mujbir yang berarti mamaksakan. Ini dilansir dari percakapan di kalangan sebagian orang Arab: jabartuhu ‘alaa al-amri (aku memaksanya atas perkara ini). Ucapan jabartuhu dan ajbartuhu, bermakna satu. Namun pemakaian ajbartuhu dengan makna: sangat memaksa”, lebih populer dipakai daripada jabartuhu. Sebagai sifat Allah Ta’ala, maka tidak ada wujud bagi makhluk-makhluk-Nya melainkan apa yang dikehendaki-Nya, baik mereka itu bersedia ataupun menolak. Dari pengertian ini, maka jadilah al-Jabbaar sebagai sifat perbuatan-Nya.

Di lain pihak, al-Jabbar juga bisa berarti al-Mushlih (Yang Memperbaiki). Pengertian ini diambil dari ucapan: jabartu al-kasra (aku memperbaiki yang rusak). Juga dari sebait syair berikut:

Sesungguhnya Tuhan telah memperbaiki agama, maka menjadi baik.

Berdasarkan keterangan di atas, maka al-Jabbaar merupakan sifat perbuatan-Nya. Artinya, dengan asma-Nya ini, Dia mempunyai otoritas memperbaiki kerusakan yang dialami oleh hamba-Nya. Sehingga, bagi mereka yang menyeru dan berdoa dengan asma-Nya ini, berarti telah menyeru dan berdoa dengan semua arti yang terkandung di dalam asma tersebut.

Sebagai wujud akhlak yang baik, maka bagi mereka yang sudah mengenal nama-Nya ini, akan timbul keyakinan dalam dirinya bahwa tidak ada cara atau jalan untuk sampai kepada-Nya, melainkan tetap konsisten dengan perintah-Nya yang harus tetap dilaksanakan. Dan dapat dikatakan bahwa saat ini kita baru dalam taraf “pengenalan”, sedangkan di hari kemudian merupakan “saat pengampunan-Nya”.

Sikap dan cara pandang mereka yang sudah mengenal asma-Nya ini adalah bahwa segala persoalan hanya Dia yang dapat menyelesaikannya. Sehingga dalam dirinya timbul ketawakalan kepada-Nya atas semua masalah. Bila ia memperoleh kebaikan, segera ia sadar bahwa kebaikan itu semata-mata karunia-Nya; kalau musibah yang menimpanya, ia juga sadar sepenuhnya bahwa hanya Dia saja yang bisa menyingkirkan atau melenyapkan musibah tersebut. Buah dari ini adalah lenyap rasa takut terhadap segala sesuatu yang akan menimpa dirinya, disebabkan ia bersandar pada sandaran yang sangat kokoh, yaitu Allah al-Jabbaar.

<===  To Be Continued  ===>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlangganan via E-mail

Subscribe Here

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...