Rabu, 10 Oktober 2012

(84) Asma al-Husna : Al-Ra’Uuf





(84) Al-Ra’Uuf (Yang Maha Pelimpah Kasih)

Al-Ra’fah adalah rahmat; semakna dengan al-Raafah dan al-Rahmah. Makna yang sebenarnya adalah menghendaki nikmat; rahmat dikatakan juga nikmat sebagai majaz, maka rahmat Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya merupakan iradat, kehendak dan kemauan-Nya akan ihsan kepada para hamba-Nya tanpa sebab apa pun. Allah Swt itu lebih kasih sayang terhadap hamba-hamba-Nya daripada siapa pun. Dan rahmat-Nya di dunia ini bersifat umum, baik bagi orang-orang beriman maupun orang-orang kafir; sedangkan di akhirat, rahmat-Nya khusus diberikan kepada orang-orang beriman.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ketika sedang melakukan perjalanan, ia berjumpa dengan seorang wanita sedang membuat roti. Wanita itu dikelilingi oleh anak-anaknya yang masih di bawah umur, dan bertanya kepada ia: “Wahai Rasul Allah, telah sampai berita kepadaku bahwa engkau pernah mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah Swt sayang kepada hamba-hamba-Nya melebihi sayang seorang ibu kepada anak-anaknya; apakah benar ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Benar”. Wanita itu melanjutkan: ‘Sesungguhnya seorang ibu tidak akan sampai hati melemparkan anak-anaknya ke dalam tungku api ini”. Rasulullah menangis dan mengatakan: “Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa dengan api neraka, melainkan kepada mereka yang enggan mengucapkan laa ilaaha illaa Allaah (tiada Tuhan selain Allah)”.

Dengan memberikan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, berarti Dialah yang menghindarkan dan memelihara hamba-hamba-Nya dari balasan siksa-Nya. Sedangkan Ishmat Allah Swt menjaga hamba-hamba-Nya agar tidak tergelincir ke dalam dosa. Hal tersebut lebih tepat dan lebih utama mendekatkan ke pintu rahmat daripada mengampuni karena dosa maksiat.

Adakalanya rahmat, yang sebenarnya merupakan kenikmatan, tampak sebagai beban berat dan merupakan kekerasan atas hamba. Dan bagi si hamba tidaklah ia memperoleh apa yang sebenarnya terjadi atas dirinya.

Betapa banyak hamba yang dalam kehidupannya penuh penderitaan dan sangat memerlukan uluran tangan dari sesamanya. Tetapi pada hakikatnya mereka dalam kenikmatan  yang dicita-citakan oleh para malaikat tanpa iri hati.

Seorang Nabi telah mengadukan keadaanya kepada Allah tentang penderitaan yang dialaminya. Lapar adalah keadaan setiap harinya, telanjang adalah hiasan dirinya, dan kutu-kutu yang memenuhi badannya, itulah yang selalu dirasakannya. Maka mewahyukan kepadanya: “Tidakkah engkau mengetahui apa yang telah Kubuat terhadap dirimu? Aku telah menutup rapat pintu-pintu syirik kepadamu”.

Di antara rahmat Allah yang banyaknya tidak dapat dihitung adalah penjagaan dan pemeliharaan terhadap penglihatan kepada aghyaar (apa pun selain Allah). Ini menegaskan kepada si hamba agar segala kebutuhannya hanya di sampaikan kepada-Nya. Tidak boleh kepada yang lain.

Ada orang yang mengatakan kepada seorang sufi: “Mohonkan apa yang menjadi hajatmu?” Jawabnya: “Siapa yang sudah menginjakkan telapak kakinya di atas permadani makrifat, tidaklah dibenarkan mengharap pemberian selain dari Allah Swt.”

Para saleh berkata kepada sesamanya: “Adakah Anda berhajat sesuatu?” Rekannya menjawab: “Aku tidak berhajat kepada siapa pun yang tidak mengetahui hajatku.”

<===  To Be Continued  ===>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlangganan via E-mail

Subscribe Here

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...