(84) Al-Ra’Uuf (Yang Maha Pelimpah Kasih)
Al-Ra’fah adalah rahmat; semakna dengan al-Raafah
dan al-Rahmah. Makna yang sebenarnya adalah menghendaki nikmat;
rahmat dikatakan juga nikmat sebagai majaz, maka rahmat Allah Swt kepada
hamba-hamba-Nya merupakan iradat, kehendak dan kemauan-Nya akan ihsan kepada
para hamba-Nya tanpa sebab apa pun. Allah Swt itu lebih kasih sayang terhadap
hamba-hamba-Nya daripada siapa pun. Dan rahmat-Nya di dunia ini bersifat umum,
baik bagi orang-orang beriman maupun orang-orang kafir; sedangkan di akhirat,
rahmat-Nya khusus diberikan kepada orang-orang beriman.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ketika sedang melakukan
perjalanan, ia berjumpa dengan seorang wanita sedang membuat roti. Wanita itu
dikelilingi oleh anak-anaknya yang masih di bawah umur, dan bertanya kepada ia:
“Wahai Rasul Allah, telah sampai berita kepadaku bahwa engkau pernah
mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah Swt sayang kepada hamba-hamba-Nya melebihi sayang
seorang ibu kepada anak-anaknya; apakah benar ya Rasulullah?” Jawab Nabi:
“Benar”. Wanita itu melanjutkan: ‘Sesungguhnya seorang ibu tidak akan sampai
hati melemparkan anak-anaknya ke dalam tungku api ini”. Rasulullah menangis dan
mengatakan: “Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa dengan api neraka,
melainkan kepada mereka yang enggan mengucapkan laa ilaaha illaa Allaah
(tiada Tuhan selain Allah)”.
Dengan memberikan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, berarti
Dialah yang menghindarkan dan memelihara hamba-hamba-Nya dari balasan
siksa-Nya. Sedangkan Ishmat Allah Swt menjaga hamba-hamba-Nya agar tidak
tergelincir ke dalam dosa. Hal tersebut lebih tepat dan lebih utama mendekatkan
ke pintu rahmat daripada mengampuni karena dosa maksiat.
Adakalanya rahmat, yang sebenarnya merupakan kenikmatan,
tampak sebagai beban berat dan merupakan kekerasan atas hamba. Dan bagi si
hamba tidaklah ia memperoleh apa yang sebenarnya terjadi atas dirinya.
Betapa banyak hamba yang dalam kehidupannya penuh
penderitaan dan sangat memerlukan uluran tangan dari sesamanya. Tetapi pada
hakikatnya mereka dalam kenikmatan yang
dicita-citakan oleh para malaikat tanpa iri hati.
Seorang Nabi telah mengadukan keadaanya kepada Allah tentang
penderitaan yang dialaminya. Lapar adalah keadaan setiap harinya, telanjang
adalah hiasan dirinya, dan kutu-kutu yang memenuhi badannya, itulah yang selalu
dirasakannya. Maka mewahyukan kepadanya: “Tidakkah engkau mengetahui apa
yang telah Kubuat terhadap dirimu? Aku telah menutup rapat pintu-pintu syirik
kepadamu”.
Di antara rahmat Allah yang banyaknya tidak dapat dihitung
adalah penjagaan dan pemeliharaan terhadap penglihatan kepada aghyaar
(apa pun selain Allah). Ini menegaskan kepada si hamba agar segala kebutuhannya
hanya di sampaikan kepada-Nya. Tidak boleh kepada yang lain.
Ada
orang yang mengatakan kepada seorang sufi: “Mohonkan apa yang menjadi hajatmu?”
Jawabnya: “Siapa yang sudah menginjakkan telapak kakinya di atas permadani
makrifat, tidaklah dibenarkan mengharap pemberian selain dari Allah Swt.”
Para saleh berkata kepada
sesamanya: “Adakah Anda berhajat sesuatu?” Rekannya menjawab: “Aku tidak
berhajat kepada siapa pun yang tidak mengetahui hajatku.”
<=== To Be Continued ===>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar